Berawal meninggalnya seorang tukang ojek, situasi tegang dan panas merebak lagi di Kota Ambon, Provinsi Maluku. Sejumlah ruas jalan dibarikade, dan kerumunan massa terlihat di sejumlah tempat di kota itu. Suara tembakan berulangkali dari petugas kepolisian, yang mencoba menghentikan dua kelompok massa yang saling lempar batu, membuat suasana semakin mencekam.
Takut terjadi kembali kerusuhan sosial antarwarga Ambon sendiri seperti yang pernah dialami tahun 1999 hingga 2002 yang banyak memakan ribuan korban jiwa, sebagian warga kemarin memilih mengungsi.
Menurut kator berita Antara, warga yang bermukim di perbatasan wilayah komunitas Islam dan Kristen panik dan menuju masjid-masjid untuk mencari perlindungan. Sementara itu, di tempat lain dikabarkan ada warga yang mengungsi dengan menuju ke gunung.
Menurut pemantauan Antara tadi malam, pengungsi terlihat di Desa Passo, Lateri dan Halong, Kecamatan Baguala; Desa Kebun Cengkeh, Karang Panjang, Batu Meja, Kayu Putih dan Soya (Kecamatan Sirimau) serta Kudamati dan Gunung Nona (Kecamatan Nusaniwe).
Para ibu dan ayah bersama anak-anak terlihat membawa surat - surat berharga, barang dan pakaian seadanya. Para pengungsi maupun warga Ambon tidak menginginkan konflik sosial sebagaimana pada 1999 terulang kembali.
“Aparat keamanan harus bertindak tegas agar tidak terjadi pertikaian yang saat ini saja telah menimbulkan penderitaan,” tutur Irene, seorang ibu dari Poka, yang memilih mengungsi ke Passo, Kecamatan Teluk Ambon.
Meski demikian, Gubernur Maluku Brigjen (Purn) Karel Albert Ralahalu menegaskan bahwa pukul 21.00 waktu setempat atau Waktu Indonesia Timur (WIT), ketegangan sudah mereda. Situasi sudah mulai kondusif dan terkendali.
Sekitar 600 personel gabungan dari Brimob Polda Maluku dan aparat TNI dari Kodam XVI/Pattimura telah diterjunkan untuk mengendalikan situasi. Untuk memperkuat pengamanan, Mabes Polri juga telah mengirimkan tambahan 200 pasukan Brimob dari Makassar ke Ambon tadi malam.
Sayangnya, jatuhnya korban masih terjadi akibat bentrokan antarwarga yang berawal dari tewasnya seorang tukang ojek pada Sabtu (10/9) malam itu. Mengutip sumber-sumber di rumah sakit, Minggu (11/9) malam kantor berita AP menyebutkan terdapat tiga korban tewas dan setidaknya puluhan luka-luka. Namun, Antara melaporkan bahwa korban tewas dalam bentrokan dua kubu itu dua orang, dan seorang dalam kondisi kritis. Sedangkan korban luka mencapai 18 orang.
Korban tewas terutama akibat terkena tembakan aparat keamanan saat menghalau bentrokan massa di kawasan Tanah Lapang Kecil (Talake) Ambon pada Minggu (11/9) petang. Para korban tewas itu berada di RSUD dr M Haulussy, Ambon.
“Lebih dari 18 orang menderita luka tembak maupun luka terkena lemparan benda tumpul yang sudah mendapat perawatan medis di sini, namun dua orang di antaranya meninggal dunia dan sudah diambil pihak keluarga. Satu orang kritis,” kata dr Ita Sabrina dari RSUD dr M Haulussy, tadi malam.
Korban tewas bernama Djefry Siahaan yang terkena timah panas di bagian perut dan Clifford Belegur tertembak di bagian dada sebelah kiri. Clifford masih duduk di kelas III SMU Negeri 12 Ambon.
Menurut Menteri Koordinator (Menko) Polhukam’ Djoko Suyanto, bentrokan di Ambon dipicu oleh kecelakaan lalu lintas oleh seorang tukang ojek, yang kemudian meninggal dunia dalam perjalanan dibawa ke rumah sakit.
“Kemudian disebarkan isu lewat SMS seolah-olah (tukang ojek) itu korban kekerasan berunsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan, red),” kata Djoko.
Djoko memerintahkan agar perkembangan isu SARA di Ambon ini terus diikuti dan diantisipasi. Sebab, pada masa lalu, kerusuhan antarwarga Ambon sendiri juga berawal dari hal sepele seperti ini.
Di Jakarta, Kadiv Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam menjelaskan kronologi kerusuhan di Ambon. Menurut dia, hal tersebut bermula dari kecelakaan yang terjadi pada seorang tukang ojek bernama Darmin Saiman. Ia mengalami kecelakaan tunggal atau sendirian.
“Itu kecelakaan murni yang dialami Darmin Saiman yang mengendarai sepeda motor. Ia dari arah stasiun TVRI, Gunung Nona, menuju pos Benteng. Di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, ia hilang kendali dan menabrak pohon. Ia kemudian menabrak rumah seorang warga di sana bernama Okto,” papar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (11/9) malam.
Ia mengatakan, nyawa tukang ojek itu tak tertolong sebelum sampai ke rumah sakit. Hal inilah yang menimbulkan dugaan bahwa ia sebenarnya dibunuh, bukan tewas kecelakaan.
“Ia diisukan dibunuh. Hasil otopsi dari dokter di sana bilang, dia kecelakaan murni. Berdasarkan keterangan saksi dan hasil otopsi, semua tidak ada tanda-tanda kekerasan,” tutur Anton.
Karena isu terlanjur berkembang, bentrokan pun akhirnya tersulut. Seperti dikutip AP, Kabid Humas Polda Maluku, AKBP Johanis Huwae mengatakan bentrokan antara dua kubu dimulai di kawasan Mangga Dua usai pemakaman Darmin.
Akibat bentrokan itu, sebuah mobil angkutan umum dan empat sepeda motor dibakar. Sejumlah fasilitas umum juga dirusak. Bentrokan itu kemudian merembet ke beberapa lokasi di Ambon, di antaranya Talake dan perempatan tugu Trikora.
“Ada dua kelompok saling lempar, tidak usah kami sebutkan. Yang jelas sudah bisa dikendalikan,” tandas Anton.
Gubernur Maluku telah meminta aparat kepolisian untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat di balik bentrokan tersebut.
“Kita semua harus belajar dari konflik yang pernah terjadi pada 1999 yang dampaknya hanya menyengsarakan masyarakat,” kata Gubernur Ralahalu saat turun langsung di perempatan tugu Trikora untuk membubarkan massa.Sumber: Islamedia
Posting Komentar