:
News Update :
Home » » Maafkan Aku, Aisyah!

Maafkan Aku, Aisyah!

Penulis : SDIT AL QUDWAH on Senin, 09 Mei 2011 | 00.34


KotaSantri.com - Yosi keluar dari ruang seminar dengan wajah cemberut. Dibelakangnya Aisyah bergegas menyusulnya."Yosi!Tunggu!" panggil Aisyah khawatir. Yosi tak menggubris. Ia nampak marah pada Aisyah.

"Saya tidak bisa mendampingimu di LDKS nanti. Saya yakin kamu mampu. Kehadiran saya tidak berpengaruh apa-apa?" ujar Aisyah.

Yosi menghentikan langkahnya, menatap Aisyah dengan tajam. "Selamanya kamu tak pernah bisa. Alasanmu nggak berdasar."

"Masya Allah. Yosi..." Aisyah mengelus dadanya. Yosi meninggalkan gadis itu tanpa sepatah katapun.

***

Mama menatap kening Yosi yang berkerut. Layar komputer di depan purinya menampilkan tabel berlajur banyak.

Berulang kursor bergerak kekiri dan kekanan. Akhirnya sambil mendengus ia mematikan komputer.

"Makan dulu, Yos. Nanti sopnya keburu dingin," ajak Mama.
"Malas, Ma," mulut Yosi mengerucut. "Yosi lagi sebel sama Aisyah."

Mama menghela nafas. "Memangnya Aisyah menolak tanpa menjelaskan alasannya. Atau barangkali ia mempunyai kesibukan di luar acara LKDS."

"Kesibukan apa sih, Ma? Paling ngajar TPA. Itukan bisa diatur. Liburkan saja satu dua hari. Toh dia bisa menyumbangkan potensi dengan mengajar kader Rohis."

Mama membetulkan jilbab Yosi sambil tersenyum. "Begini saja, Ahad besok kamu silaturahmi ke rumahnya. Ngobrol deh empat mata, insya Allah Aisyah mau mengerti."

Yosi menggigit bibirnya. "Yosi nggak tahu alamatnya, Ma."

"Wah, Bagaimana bisa kompak kalau bos tidak tahu alamat anak buahnya." Sambil ketawa mama menggandeng Yosi ke dapur.

"Lalapannya mana, Ma?"

Mama tersenyum kecut. "Masakan hari ini tanpa lalapan, Yos. Sudah dua hari tukang sayur nggak lewat."

Yosi menggerutu. "Heran hari ini semua jadi menyebalkan!"

Yosi Termenung. Kemana ia harus mencari rumah Aisyah? Batinnya jengkel. Selama ini menjadi ketua Rohis, baru kali ini bertemu gadis seperti Aisyah yang sulit diatur.

"Assalamualaikum!"

Yosi menoleh. Suara salam itu diikuti suara klakson mobil. Aduh, Tante Alin! Yosi blingsatan sendiri. Ia baru ingat, adik mamanya yang perancang busana itu kemarin sore menelpon. Ia mengajak Yosi menonton peragaan busana, dan itu membuatnya gundah. Sambil membuka pintu gerbang Yosi menyusun rencana penolakan.

Sebuah Honda Civic meluncur masuk.

"Assalamu’alaikum, Yosi! Lihat ini!" Wanita setengah baya keluar dari mobil itu dengan riangnya. Dia mengenakan busana muslimah dipadu dengan jilbab biru laut. Anggun dan serasi.

"Subhanallah! Tante Alin! Sejak kapan pake?!" Yosi menjerit takjub. Tante Alin menghadiahinya kecupan di pipi.

"Hidayahkan Allah yang mengatur, Yosi!"

Hati Yosi berbunga-bunga. "Tante habis ikut sanlat, ya?"

"bercanda kamu. Tapi ada yang lebih surprise dari ini loh, Yos!" Tante Alin mengulas senyum. "Yuk, sekarang ikut tante ke PI Mall?"

Tante Alin mengedipkan sebelah matanya. "Butik muslimah idemu. Tante sudah buka di sana."

Mata Yosi bulat. "Ayo, tan. Yosi mau lihat!"

***

Udara AC menyergap tubuh Yosi. Segar. Gadis itu melangkah mengikuti langkah tantenya menerobos lalu lalang PI Mall yang ramai siang itu.

"Kalau prospek butik muslimah ini cerah, tante mau melakukan sesuatu."

Yosi tersenyum. "Apa itu, tan?"

"Selepas lulus, kamu yang jadi manajernya."

"Wow!" mulut Yosi ternganga.

"Tantangan besar itu, tan!"

"Tentu. Dan kamu bisa merekrut temen-temen kamu."

Mereka terus berbicara dengan antusias. Tapi saat melewati counter sayur-sayuran, mendadak Yosi ragu untuk melangkah. Ia tertegun. Matanya tertumbuk pada seorang gadis berjilbab putih yang berdiri beberapa puluh meter di depannya. Ia tengah terlibat pembicaraan serius dengan laki-laki tua dan seorang wanita cantik. Aisyah! Yosi hampir memekik mamanggilnya. Ya, itu memang Aisyah. Tapi sedang apa dia di sana? Siapa lelaki tua dan wanita itu? Hati Yosi tiba-tiba mendidih. Oho, ini rupanya yang telah membuat dia jadi gadis yang susah diatur?

"Lho, kok bengong, Yos? Ada apa?"

"Oh, eh, nggak.. nggak, tante." Yosi gelagapan. "Dimana butik muslimahnya tante?"

Tante Alin menggeleng-gelengkan kepala. Yosi melayangkan lagi pandangannya ke arah semula. Mereka sudah bubar.

***

Ahad pagi itu begitu cerah. Tapi Yosi duduk termenung. Hatinya rusuh. Rasanya dia mau menjerit memikirkan Aisyah. Apa Aisyah sudah berubah? Apa gadis itu telah terseret perbuatan ABG yang berkeliaran di mall-mall?

Astaghfirullah… Yosi menggeleng berkali-kali. Tidak! Meskipun tante Alin pernah mengaku bertemu beberapa kali memergoki Aisyah di tempat itu, mustahil Aisyah mau berbuat sehina itu.

"Yur-sayur, den! Daun singkong, bayam, kangkung, sawi, sayuuuuuur………..!"

Yosi serentak. Seraut wajah lelah dan tua muncul dari balik pintu gerbang rumahnya. Di punggungnya yang renta tergendong bakul berisi sayuran. Matanya berbinar dan bibirnya mengulas senyum. Si Mbok, begitu penghuni komplek mewah tempat tinggal Yosi memanggil wanita setengah baya itu.

"Ah, si Mbok, bikin kaget saja."

"Hehehe… Den Ayu, pagi-pagi kok ngelamun?"

"Hus…!Bukan ngelamun, Mbok. Mikir."

"Mikir apa to, Den Ayu? Rumah cakep, mobil mentereng, kok ya mikir, to?"

Yosi tersenyum kecut. "Mikirin si Mbok yang lama nggak kelihatan. Ke mana saja Mbok?"

"Wah, saya habis kena musibah, den. Suami saya sakit keras."

"Innalillahi. Sakit apa, Mbok?"

"Kena tipes, den." Si Mbok menurunkan bakulnya. Dengan kain gendongnya wanita itu mengelap keringat di wajahnya.

"Sudah di bawa ke dokter, Mbok?" Tanya Yosi.

"Sudah, den. Alhamdulillaah sekarang sudah baikan, tapi belum boleh nyangkul lagi. Jadi saya yang repot, den. Syukur ada anak gadis saya yang mengurus bapaknya jika saya keliling. Habis mau bagaimana lagi, den. Dia kan anak pertama, lagian adiknya masih kecil-kecil." Jawab si Mbok.

Yosi balik bertanya, "Masih sekolah, Mbok?"

"Sekolah sih jalan terus, den. Alhamdulillah dia sekarang sudah kelas tiga SMU. Sebaya den Ayu lah." sahut si Mbok sambil melepas lelah.

Yosi terheran-heran lantas bertanya, "Sebaya saya? Namanya siapa, Mbok?"

"Aisyah." jawab si Mbok dengan singkatnya.

"Aisyah?" Yosi pun tercengang.

***

Ruang tamu di rumah itu hanya menyediakan tiga buah kursi yang reot. Sebuah jendela terbuka memperlihatkan bentangan ladang sayur yang menyejukkan mata.

"Ladang ini tanah garapan sebuah perusahaan swasta. Kami mengelolanya dengan sistem bagi hasil." Aisyah berbicara lambat-lambat. Di depannya Yosi duduk terpekur.

"Bisa kamu bayangkan kerja kami setiap hari, Yos. Pagi aku sekolah, siang aku ke ladang, dan malam aku mengajar. Apalagi sejak bapakku sakit." Tutur Aisyah.

Yosi tersedak ludahnya sendiri karena menahan perasaan berdosa.

"Tapi tetap saja tugas terberat dipikul ibuku. Setiap hari beliau harus ke pasar dan keliling kampung kalau sayuran nggak habis. Aku ingin meringankan bebannya. Aku coba-coba menghubungi beberapa pasar swalayan. Maksudnya sih kalau mereka mau menerima pasokan sayurku. Ibuku nggak perlu lagi capek-capek ke pasar. Tapi aku nggak pintar melobi, jadi di tolak terus." Aisyah melanjutkan ceritanya.

"Kenapa kamu nggak berterus terang?" Yosi bertanya dengan suara parau dan mata berkaca-kaca.

Aisyah tersenyum tulus. "Aku cuma berusaha, Yos. Yah, untuk menjaga perasaan kamu dan teman-teman."

Yosi memeluk tubuh Aisyah. Pemandangan ladang dari jendela lama-lama menjadi kabur. Yosi menangis. "Maafkan aku, Aisyah!!!"
Share this article :

Posting Komentar

 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. LDK - KEMAS . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger